ElaborasiNews – Air mata, senyum, hingga acungan jempol mewarnai momen konferensi pers KPK saat Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer resmi ditetapkan sebagai ters pemerasan sertifikat K3 dengan nilai kerugian hingga Rp81 miliar.
Tangisnya pecah ketika kamera menyorot. Namun, tak lama berselang, ia tersenyum. Dengan tangan yang diborgol, ia mengacungkan jempol, bahkan mengepalkan tangan layaknya seorang pemenang. Adegan itu bukanlah bagian dari sebuah drama panggung atau layar lebar, melainkan kenyataan pahit yang disaksikan publik dalam konferensi pers Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (22/08/2025).
Sosok itu adalah Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan yang lebih akrab disapa Noel. Dalam hitungan menit, ia berubah dari pejabat negara menjadi tahanan lembaga antirasuah.
Dari Rompi Oranye ke Sorotan Publik
Rompi oranye yang ia kenakan hari itu adalah simbol baru statusnya: tersangka dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa Noel bersama sepuluh orang lain diduga memanfaatkan kewenangan untuk memaksa perusahaan membayar pungutan liar.
Biaya resmi seharusnya Rp275 ribu. Namun, para tersangka mematok angka hingga Rp6 juta. Praktik ini, menurut KPK, sudah berlangsung sejak 2019 dan menghasilkan aliran dana hingga Rp81 miliar. Dari jumlah itu, Noel disebut menerima Rp3 miliar hanya dalam dua bulan pertama setelah menjabat.
Mobil Sport dan Uang Tunai
Deretan barang bukti yang dipamerkan penyidik menambah dramatis kasus ini: 22 kendaraan mewah, dari Nissan GT-R hingga Ducati, plus uang tunai ratusan juta rupiah. Di balik pungutan yang memberatkan para pekerja, tersingkap gaya hidup glamor para pelaku.
Kontras itu semakin mencolok: buruh dan perusahaan kecil yang terpaksa merogoh kocek demi sertifikat K3, sementara hasil pungli mengalir untuk kendaraan sport.
Air Mata dan Amnesti
Dalam konferensi pers, Noel sempat melontarkan permintaan maaf kepada Presiden Prabowo dan bahkan memohon amnesti. Kata-kata itu, yang terucap di antara tangis dan senyumannya, justru mempertebal rasa ironi. Publik bertanya-tanya: amnesti atas apa?
Ekspresi kontras Noel langsung menyebar di media sosial. Ada yang menilai itu sekadar akting, ada yang melihatnya sebagai keputusasaan. Apa pun tafsirnya, momen itu telah mengubah Noel menjadi figur simbolik dari paradoks kekuasaan: kuat di atas, rapuh ketika jatuh.
Jalan Panjang Kasus
KPK menegaskan bahwa penindakan ini dilakukan tanpa koordinasi dengan Istana, sebagai wujud independensi. Noel kini ditahan selama 20 hari pertama di Rutan KPK, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Namun, lebih dari sekadar proses hukum, kasus ini meninggalkan catatan sosial betapa layanan publik yang seharusnya sederhana justru dijadikan ladang pemerasan.
Bagi para pekerja dan perusahaan yang pernah merasakan beban biaya sertifikat K3, tertangkapnya para pelaku ini bukan hanya berita hukum, tetapi juga secercah harapan. Bahwa suara kecil mereka akhirnya terdengar, meski harus lewat air mata seorang pejabat di hadapan kamera.