Jakarta, ElaborasiNews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian materi terhadap Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden.
Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis, 11 Juli 2025, MK menyatakan bahwa ketentuan minimal pendidikan SMA bagi capres dan cawapres adalah konstitusional.
Permohonan ini diajukan oleh dua warga negara Indonesia, Hanter Oriko Siregar dan Horison Sibarani, yang meminta agar syarat pendidikan minimal calon presiden dan wakil presiden ditingkatkan menjadi minimal lulusan sarjana (S1) atau sederajat.
Menurut pemohon, syarat pendidikan yang lebih tinggi akan menjamin kualitas kepemimpinan nasional.
Namun, Mahkamah menilai bahwa penentuan batas minimum pendidikan merupakan ranah pembentuk undang-undang dan bukan merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusional.
”Mahkamah berpendapat, pilihan syarat pendidikan minimal SMA sebagaimana ditentukan Pasal 169 huruf r UU Pemilu adalah hasil pertimbangan politik hukum pembentuk undang-undang dan tidak bertentangan dengan UUD 1945,” bunyi pertimbangan Mahkamah dalam amar putusannya.
Mahkamah juga menegaskan bahwa pengalaman, integritas, dan kemampuan calon presiden serta wakil presiden tidak semata-mata ditentukan oleh ijazah atau jenjang pendidikan formal.
Dengan demikian, amar putusan menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya, dan menyatakan Pasal 169 huruf r UU Pemilu tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. (*)